Ruang Utama

Senin, 03 September 2012

SOLIDARITAS UNTUK ZAHRA


Tanggal 18 Agustus 2012 malam, ketika saya sedang asyik berbalas SMS ucapan lebaran, tiba-tiba muncul pesan singkat yang nyangkut di HP saya. Terkejut membacanya. Ternyata salah satu sahabat dari Komunitas Cikarang Baru bernama Bpk Sanusi Reza, anaknya telah meninggal dunia. Zahra nama Anak itu, yang baru berumur 7 tahun telah meninggal dunia tertabrak Mobil. Tragiss...

Ketika kebanyakan muslim tengah bersuka cita menyambut kedatangan Idul Ftri, sahabat kami justru mengarungi dengan kegelisahan dan kesedihan. Hilangnya buah hati tercinta. Surga,...begitu teriakan dalam hati ini....


Keluarga, khususnya Ayah dari ananda Zahra, Bpk Sanusi Reza telah ikhlas menerima kejadian ini bahkan dalam salah satu tulisannya beliau berpesan dan mengatakan "Sungguh saya Ridho dan Ikhlas atas terjadinya kecelakaan ini dan saya merasa tidak sendiri atas simpati kasus ini demi sebuah arti nama Keadilan. Hanya saja saya berpesan kepada Bapak/Ibu semua mulai saat ini jangan lupa menggunakan Tombol "Child Lock" pada mobil Bapak/Ibu semua agar tidak terulang kembali kasus seperti  yg menimpa anak saya.."

Oleh komunitas cikarang baru hari ini 3 September 2012, ditetapkan sebagai momentum untuk "Solidaritas Ananda Zahra". Berbagai publikasi melalui media online dan sosial telah dilakukan, salah satunya di blog Kompasiana 

Sampai hari ini (tulisan ini di release) pelaku penabrak lari memang belum tertanggkap, tapi usaha dari sahabat komunitas Cikarang Baru sungguh luar biasa untuk mensupport kerja Polisi.

Berikut kronologis dan cerita yang ditulis oleh Pak Faishal Mahbub salah satu sahabat Cikarang Baru yang telah dikonfirmasi oleh Pak Sanusi (Ayah Ananda Zahra.)

BIDADARI KECIL BERNAMA ZAHRA

Zahra, begitulah ia disapa.  Anak ke-2 dari tiga bersaudara dan putri satu-satunya sahabat kami, Bpk Sanusi Reza, yang kami kenal sangat ramah, baik pergaulannya sesama teman dan tetangga di lingkungan kami.  Zahra adalah bunga melati kecil di rumah Bpk Sanusi.  Bulan Mei nanti ia genap berusia 8 tahun.  Ia membawa keceriaan, sebagaimana anak wanita ia senang bergaya, tertarik dengan fashion, bernyanyi dan menari, ia benar-benar bunga melati kecil.

Kami mempunyai perkumpulan sepeda, dan sekali waktu kami melihat Pak Sanusi mengajak Zahra bersepeda.  Kayuhan-kayuhan kecilnya dan senyum bahagia masih tergambar jelas dalam ingatan kami.  Begitu akrabnya mereka.  Mungkin benar apa yang sering dikatakan orang, anak perempuan lebih dekat dan merasa nyaman dengan ayahnya.  Saya pribadi merasakan hal seperti itu juga.
 Hingga peristiwa itu tiba…..

17 Agustus 2012.  Siang itu Zahra ikut menemani ayah dan ibunya pergi ke sebuah bengkel di lingkungan perumahan kami, tepatnya di Jl. Rusa Raya Cikarang Baru.  Sebuah perjalanan terakhir bagi Zahra menemani ayah dan ibunya tercinta.  Sebuah perjalanan yang dikuti banyak para malaikat.  Sebuah perjalanan dimana Tuhan akan menggenapkan Takdir bagi makhlukNYA.


Pak Sanusi, menepikan mobilnya.  Tanpa merasakan apa-apa dia turun dari mobil dan memeriksa masalah mobilnya seperti yang dilakukan orang kalau pergi ke bengkel.  Di seberang bengkel yang berjarak sekitar 20  meter arah ujung luar Jl. rusa Raya ada Gerobak Dorong yang menjual asesoris anak-anak, dan Zahra berpikir tentang Gulungan Rambut.  Zahra ingin terlihat cantik di depan ayah dan ibunya, ia menginginkan Gulungan Rambut.  Maka, ia pun meminta ijin untuk membeli ikat rambut tapi dilarang keras oleh Mamahnya karena kondisi udara Panas dan berada disebrang jalan yang agak jauh. Mamahnya meminta dia untuk bersabar sampai urusan dibengkel selesai baru menghampiri Gerobak Dorong tersebut searah pulang.


Namun apa yang terjadi ketika Mamahnya lengah dan turun dari mobil untuk memperhatikan kerja sang Penambal Ban (kebetulan Mobil ini milik Istri saya dan biasa dia pakai) ternyata Zahra mencuri kesempatan dan melanggar perintah Mamahnya untuk diam ditempat sehingga kecelakaan itu terjadi...


Dari arah yang berlawanan, seorang pengendara mobil  Avanza silver dengan kecepatan tinggi melaju, menerjang  undukan jalan (poldur) yang tak jauh dari situ, tak ayal lagi……. dan brruukkkk…. Zahra terpental tertabrak mobil itu, bukan…. Bukan tertabrak, Zahra ditabrak mobil itu karena mobil itu tidak menghentikan lajunya, ia terus melaju, ia tahu telah menabrak seorang anak kecil, tapi sopir itu tidak peduli, ia terus melaju…. Zahra pun terseret….

Si penabrak berhati binatang itu mencoba kabur, tetapi seseorang berhati mulia mencoba menghalangi laju mobil itu, tetapi sudah bisa diduga orang ini pun berniat ditabraknya pula.  Begitulah perilaku pengecut, sekali dia berbuat salah maka sebisa mungkin dengan segala cara bersembunyi di dalam got jika perlu.  Bapak-bapak penolong itu luput dari bahaya, ia bisa menghindar dari mobil maut  itu.  Dan si sopir pengecut itu lolos menghilang, meninggalkan kegeraman bagi siapapun yang melihat.

Zahra tergeletak di atas aspal panas.  Matanya terpejam hanya merasakan ayah dan ibunya memungutnya.  Saat itu ia masih bernafas tetapi darah sudah bercucuran dimana-mana.  Zahra tidak merasakan sakit karena sayap-sayap malaikat sudah menaunginya, hanya saja ia tak bisa berucap untuk mengatakan “Papa.. Mama… ma’afkan aku”.

Secepatnya, Pak Sanusi membawa Zahra ke rumah sakit terdekat, berusaha sekuat tenaga untuk menyelematkan putri buah hatinya itu.  Manusia bisa berusaha, tetapi tak ada yang bisa mencegah takdir Tuhan.  Zahra menghembuskan nafas terakhirnya, hari Jum’at, bulan ramadhan, waktu kematian yang didamba-damba orang.

Kini Zahra sudah tiada di dunia.  Ia sudah berada dimana seharusnya ia berada.  Ia sudah mengenakan ikat rambutnya yang terindah di Taman Surga.  Tetapi, sopir maniak itu masih berlenggang sampai saat ini.  Sopir itu tidak peduli nyawa seorang anak kecil.  Sopir itu tak mempedulikan hukum.  Apa yang ada di dalam otak sopir itu ?  Masihkah kita berharap kesadaran dari orang seperti ini ?

Jika kami sekarang berharap keadilan agar kasus ini diselesaikan secara hukum, itu karena kami menginginkan agar perilaku ugal-ugalan hingga memakan korban jiwa cukup sampai di sini saja.  Zahra menjadi martir bagi kita, untuk kesadaran kita, untuk kebaikan kita bersama.  Zahra tidak meninggal dengan sia-sia, ia membukakan mata kita bahwa keadilan tetap harus diperjuangkan.  Sesama manusia harus saling menghargai, tolong menolong, dimana saja ia berada, di lingkungan rumah, kantor ataupun di jalan raya terlebih lagi.

Sampai detik ini, kami harus menunggu waktu dan sampai kapanpun akan terus berusaha agar kasus ini bisa diselesaikan secara tuntas.

SOLIDARITAS UNTUK ZAHRA

Cikarang, 3 September 2012  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar